What's Hot
-
SERIAL BENTENG : Fort Van der Capellen
Batusangkar, Kota ini menjadi salah satu kota penting bagi Belanda, Fort Vander Capellen mempunyai peran ganda yaitu menjadi ibu kota A...
Latest Updates
Selasa, 01 Desember 2020
Kota Van Der Capellen Tidak Melintas Rel Kereta Api
Menjelang akhir Abad 19 terjadi perubahan signifikan di Sumatera Tengah. Perubahan tersebut itu awal dari Politik Etis yang berlaku di Hindia Belanda dan berakhinya periode perang antara Hindia Belanda dengan Sumatera Tengah. Penguasaan penuh Hindia Belanda oleh pemerintahan Hindia Belanda membuat pintu masuk di Sumatera Tengah terbuka lebar. Salah satunya adalah sistem transportasi.
Pada awalnya,
rencana pembangunan rel kereta api di Sumbar digunakan untuk
distribusi kopi dari daerah pedalaman (Bukittinggi, Payakumbuh, Tanah Datar,
Pasaman) ke Pusat perdagangan di Kota Padang. Ide ini muncul saat pemerintahan
kolonial Belanda sudah mulai kokoh di Sumbar. Hal ini terlihat setelah
penandatangani Plakat Panjang tahun 1833.(
Rusli Amran, 1985 : 11-15) Akan
tetapi, rencana ini berubah semenjak ditemukannya batu bara di daerah Ombilin.
Pemerintah Hindia Belanda tertarik untuk melakukan penambangan dan pengangkutan
batu bara karena kualitasnya tinggi dan jumlahnya cukup banyak.(lihat Arsip Perumka Ekspoloitasi Sumatera Barat Mengenai Sejarah
Perkeretaapian). Sejak penemuan pertambangan batu bara di Sawahlunto dan tambang emas di Mangani Lima Puluh Kota, dilakukan pembangunan dan pengadaan
kereta api sebagai fasilitas pendukung pendistribusian hasil tambang ke
Pelabuhan Teluk Bayur.
Penelitian pembuatan jalan kereta api ini selesai pada
tahun 1876, dan ditetapkan pembuatannya dengan dana sebesar f.19.400.000,-.
Rencana pembuatannya dimulai dari Pulo Aie lewat Kayutanam, Lembah Anai, Padang
Panjang terus ke Sawahlunto melalui Danau Singkarak. Namun rencana pembuatan
jalan kereta api dari Pulo Aie hingga Sawahlunto tertunda sampai tanggal 6 Juli
1887, sedangkan lintas Bukittinggi–Payakumbuh diselesaikan tahun 1896,
dilanjutkan sampai Limbanang yang diselesaikan tahun 1921. Dalam kurun waktu 22 tahun dapat diselesaikan
pembangunan jalur kereta api sepanjang 230 km. Jalur lintas Lubuk Alung–Pariaman selesai
pada tahun 1908, Pariaman–Naras
selesai pada Januari 1911, dan jalur dari Padang, Bukitinggi, Payakumbuh–Limbanang sepanjang 72 km.
Sedangkan jalur Muarakalaban–Muarasijunjung
selesai pada tahun 1924.
Sumatera Barat sedang menuju modernisasi sistem
transportasi. Pada tahun 1892 peresmian jalur kereta api dari Kota Sawahlunto
sampai ke Pelabuhan Emma Haven atau Teluk bayur. tentunya dipergunakan untuk
mengangkut batu bara. Terhitung selama hampir setengah abad sampai akhir masa
kekuasaan Hindia Belanda, Jalur kereta api telah mencapai daerah-daerah penting
di Sumatera Barat masa kolonial, sebut saja Padang, Pariaman, Padangpanjang,
Solok, Sawahlunto, Bukittinggi, Payakumbuh dilalui rel kereta api.
Namun, ada satu daerah yang tidak kalah pentingnya
oleh Hindia Belanda yakni Van der
Capellen atau Kota Van der Capellen .
Kurang penting apa kota yang satu ini. Kota dimana Pusat kerajaan Pagaruyung
berada. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda
Fort Van der Capellen dinamai dengan nama Fort Vander
Capellen. Nama diambil dari nama
seorang jenderal Belanda yaitu Godert Alexander Gerard Philip baron Van der Capellen Kota ini menjadi salah satu kota penting bagi Belanda, Fort
Vander Capellen mempunyai peran ganda yaitu
menjadi ibu kota Afdelling dan ibu kota District. Sebagai ibu kota Afdeling
Tanah Datar Vander Capellen menjadi
pusat pemerintahan sipil tempat pemerintahan kolonial mengatur birokrasi
pemerintahan pribumi sekaligus mengawasi pelaksanaan sistem tanam paksa kopi
Sebagai kota yang penting bagi kolonial, maka didirkanlah benteng yang kuat dan
kokoh untuk pertahanan. (Merry Kurnia).
Kurang penting apa Kota Van der
Capellen ini?
Sejak kemunculan kota -kota di Sumatera Barat, daerah
ini sudah menjadi medan pertempuran dalam peran paderi. Dinamika setelah perang
paderi, kota ini juga menunjukan aktivitas perlawanan terhadap Hindia Belanda
dalam perang Belasting di Lintau Buo.
Peta Rancangan Jalur Kereta api
menuju Fort Van Der Capellen
Jejak kereta api di Kota Van der Capellen hanya ditemui dalam dokumen Belanda tentang
pembangunan jalur baru kereta api pada tahun 1902. Secara terselubung, jalur
kereta api yang dibangun oleh Hindia Belanda di Sumatera Barat merupakan sel
aktif untuk mengontrol pergerakan masyarakat lokal. Terlepas itu untuk
pengangukutan batu bara dari kota Sawahlunto ke Pelabuhan Teluk Bayur, kereta
api juga dipergunakan untuk angkutan massa baik itu sipil termasuk pejabat
teras Belanda, Militer Belanda, serta orang-orang yang dicap penjahat oleh
Belanda.
Catatan mengenai pembangunan jalur kereta api ke kota Van der Capellen dapat ditemui dalam dokumen
Belanda "Staatsspoorweg ter
Sumatra's Westkust en Ombilin Kolenvelden" De Ingenieur. 17e Jaargang Nomor 34 tahun 1902. Dalam tulisan ini
diterangkan bahwa Jalur kereta api baru di Fort Van der Capellen ini menawarkan keuntungan besar baik dengan panjang
sekitar 25 KM medan yang harus dilalui yang landai dan fakta bahwa wilayah
padat penduduk, makmur dengan ibukota Van
der Capellen dengan adanya jalur kereta api. Sedangkan untuk jarak tentunya
agak jauh karena harus dilewati ketinggian +890 M. harus dilampaui. Rencana
untuk membuka jalur kereta api ini sering dengan penjualan batu bara memalui
Singapura lebih menguntungkan dari pada di Emma Haven. Selain itu, keuntungan
besar ini harus diiringi dengan pembukaan tambang baru. Daerah yang lebih
memungkinkan yakni di sepanjang daerah aliran batang Ombilin dan daerah
Rantiah.
Sebuah rencana untuk meningkat
produksi penambangan batu bata mencapai 365.000 ton dengan membuka lahan baru
diarah batang omblin. Rencana itu akan tercapai dalam waktu sekitar delapan tahun.
Jika rencana ini dilaksanakan, maka penjualan batubara tidak lagi di Emma Haven
sebagai daerah tempat ekspor reguler. Akan tetapi dalam perdagangan terbuka di
tempat lain, mungkin dijual secara eksklusif di Singapura. Masih dalam catatan Belanda
ini, perdagangan batu bara tidak hanya dibawah pengawasan Kepala penambangan,
membuka peluang untuk perusahan swasta. Penambangan batu bata akan deserahkan
kepada sawasta sedangkan Pemerintah Hindia Belanda melakukan manajemen kereta
api sebagai sarana pengangkutan. Gagasan ini dilakukan karena permintaan batu
bara dari Jepang sedang masif sehingga pasar Singapura harus menjadi tujuan
dari Pemerintah Hinda Belanda.
Oleh karena itu jalur kereta api. Begitulah sedikit
deskripsi tentang rencana jalur kereta api yang dirancang oleh Hindia Belanda
pada saat membuat jalur kereta api dari ranti, Tanjung Barulak/Buo, Fort Van der Capellen terus ke Padang panjang
melalui celah bukit di Simabur. Di Usulan juga jalur kereta api yang ada harus
dibuat yang mengikuti sungai Sello ke Fort Van
der Capellen dan dari sana melewati jalan utara Boekit Pandjang ke Padang
Pandjang.
Masih dalam sumber yang sama diterangkan bahwa dari
Desa rantiah, kota Sawahlunto ke kota Van
der Capellen biaya konstruksi dan
peralatan pembuatan jalur kereta api dari desa Rantiah kota Sawahlunto ke Fort Van der Capellen sampai ke Padangpanjang
memakan biaya 3.490.000 gulden dengan perkiran ada 2 stasiun dan 2 stopplaat.
Dari Kota Sawahlunto dengan 1 stasiun dan 1 stopplaat. Jarak desa Rantiah ke
Kota Sawahlunto sepanjang 29 KM memakan biaya 1.740.000gulden, dan untuk 2 stoplat
masing jarak 6 km 300.000 gulden dan jarah 4 km biaya 400.000 Gulden dan jarak dari Fort Van der Capellen sepanjang 14 km
sebanyak 1.050.000 gulden serta ditambah dengan Penambahan stasiun Kereta api
padang panjang dengan biaya 100.000 gulden, penggandaan rel
kereta api di Lembah Anai dengan biaya 750.000 gulden, perluasan instalasi
di Emma Haven dengan
biaya 250.000 gulden, serta pembuatan instalasi dan persiapan pertambangan di desa
Rantih dengan biaya 1.000.000 gulden sehingga total
biaya yang diperlukan oleh Hindia Belanda sebanyak 5.608.000 gulden.
Titik terang menjawab
persoalan tentang keberadaan jalur kereta api ke Fort Van der Capellen disebabkan oleh beberapa faktor yakni secara
hitungan ekomonis, daerah ini tidak
begitu menjanjikan daripada daerah lain. Fort Van der Capellen dipergunakan
untuk mengangkut hasil tambang yang akan di buka di daerah Rantiah, Sawahlunto.
Perkebunan kopi yang berada di lereng gunung merapi dan Gunung Sago tidak
mendapatkan hasil yang melimpah. Pada sisi lain, pada awal abad ke 20,
pemerintah Hindia Belanda disibukkan untuk menata pemerintahan serta
ditambahlah yang paling pokok biaya yang dikeluarkan oleh Belanda, pada masa
ini sudah tergolong besar dibanding dengan perkiraan pemasakam. Pada akhirnya
jalur kereta api ke Kota Van der Capellen
hanyalah sampai pada kertas kerja.
Kamis, 03 September 2020
SERIAL BENTENG : Benteng Pulau Cingkuak
Lada diekspor dari Poulo
Chinco dalam penamaan Portugis ke India oleh VOC. Pulau Cingkuak juga rumah bagi
hamba–hamba dan penjaga rumah untuk tentara. Bahkan juga terdapat kebun kebun anggur.
Pantai Barat Sumatra adalah pemasok utama lada. VOC didirikan sebuah pos perdagangan,
tetapi kedatangan bangsa Eropa menyebabkan ketegangan dengan penduduk.
sebagaimana yang dituliskan di dalam situs ww.vocsite.nl. Saat ini, Secara administratif
Pulau Cingkuak berada di Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat.
Pulau Tjinko dalam nama Belanda adalah sebuah pulau kecil di pintu masuk teluk kecil
Painan. Pulau Cingkuak berada di kira–kira 1 km dari panai Cerocok Painan, Pesisir Selatan
Sumaera Barat. Dari kota Padang ditempuh selama 2 jam atau lebih kurang 77 km.