Ada banyak model yang
dirumuskan dan sudah diterapkan oleh sejumlah ahli dan praktisi dalam penentuan
nilai (standar acuan )penting suatu benda cagar budaya. Masing-masing model memiliki pertimbangannya
sendiri dan dirumuskan sesuai dengan situasi dan kondisi di tempat model itu
diterapkan (negara atau negara bagian). Berikut ini akan dikemukakan beberapa
model yang mungkin dapat dipakai sebagai rujukan atau bahan pertimbangan dalam
menyusun Acuan Penentuan Nilai penting Benda Cagar Budaya di Indonesia.
Menurut McGimsey dan
Davis (1977), pada dasarnya semua sumberdaya budaya mempunyai potensi nilai
penting. Untuk dapat melakukan penentuan nilai penting, perlu suatu kerangka
acuan (frame of reference), kiblat masalah, dan konteks (geografis/spasial dan
temporal) yang dapat dipakai untuk mengevaluasi sumberdaya budaya. Walaupun mengakui
bahwa nilai penting sumberdaya budaya bersifat relatif, mereka menyarankan tiga
unsur utama yang dapat dipakai sebagai kerangka acuan, yaitu potensi penelitian
(investigative potentials), integritas (integrity), serta apresiasi masyarakat
(public appreciation). Potensi penelitian berarti sejauh mana sumberdaya budaya
itu dapat memberikan informasi atau data yang penting untuk penelitian
arkeologi dan sejarah.
Memang nilai penting
ini tidak bisa diterapkan secara universal, tetapi sangat relatif tergantung
pada dinamika ilmu yang ada. Namun, mereka menyarankan agar nilai penting itu
diukur dengan merujuk pada perkembangan metode, teknik, dan teori dalam bidang
ilmu tersebut. Dalam konteks ini, McGimsey dan Davis menyarankan agar sedapat
mungkin data atau informasi yang dipilih untuk dilestarikan harus mewakili (representative)
untuk semua jenis potensi yang ada. Lalu, yang dimaksud dengan integritas
adalah apabila sumberdaya budaya itu memiliki berbagai aspek yang secara bersama-sama
menyatu dalam sumberdaya budaya tersebut.
Berbagai aspek yang
terkait dan menyatu tersebut antara lain adalah tempat (location), rancangan
(design), bahan (materials), kehandalan kerja (workmanship), perasaan
(feeling), seni adiluhung (high artistic), atau karya unggulan (a work of
master). Perlu dicatat pula, nilai penting dari segi integritas ini sendiri
tidak cukup jika dipakai sebagai tolok ukur satu-satunya, tetapi harus
dikaitkan dengan kedua unsur lainnya. Sementara itu, apresiasi masyarakat dapat
diukur dengan melihat sejauh mana masyarakat menghargai sumberdaya tersebut,
baik sebagai tempat nostalgia, tempat bersejarah, tempat hidup tokoh tertentu,
atau tempat pendidikan masyarakat.
Unsur ini juga terkait
dengan unsur potensi penelitian, karena bisa jadi suatu sumberdaya budaya baru
dapat diapresiasi oleh masyarakat setelah hasil-hasil penelitian (arkeologi dan
sejarah) telah mampu membuktikan pentingnya sumberdaya budaya tersebut.
Selain ketiga unsur
itu, McGimsey dan Davis juga menyebutkan nilai penting dari segi pendanaan
(monetary) yang memperhitungkan nilai penting sumberdaya dengan cara membandingkan
antara beaya untuk menanganinya dengan manfaat atau potensi sumberdaya budaya
tersebut. Apabila beaya untuk menanganinya besar sedangkan manfaat dan potensinya
tidak seimbang dengan beaya dikeluarkan maka sumberdaya budaya itu dapat dipertimbangkan
untuk tidak dilestarikan. Namun, nilai penting dari segi pendanaan ini banyak
ditentang dengan alasan manfaat dan potensi yang ada seringkali tidak dapat dinilai
dengan materi. Karena itu, penilaian berdasarkan pendanaan tidak lagi
disarankan.
Acuan kriteria yang
lebih rinci pernah diiktisarkan oleh Schiffer dan Gumerman (1977) yang
mengelompokkan nilai penting suatu sumberdaya arkeologi ke dalam nilai penting
bagi ilmu pengetahuan, sejarah, etnik, publik, hukum, dan pendanaan. Sumberdaya
arkeologi mempunyai nilai penting bagi ilmu pengetahuan jika mempunyai potensi
untuk diteliti lebih lanjut dalam menjawab masalah-masalah dalam bidang keilmuan.
Nilai penting ini dapat dirinci lebih lanjut (Schiffer dan House, 1977) menjadi
nilai substantif, antropologis, ilmu sosial, dan metodologi-teoretis.
Sumberdaya arkeologi
mempunyai nilai substantif jika mampu memberikan jawaban atas masalah yang
berkaitan dengan tujuan deskripsi dan eksplanasi peristiwa atau proses yang
terjadi di masa lampau. Aspek ini berkaitan erat dengan pengkajian secara
arkeologis. Nilai penting antropologis dapat dilihat dari kemampuan benda cagar
budaya untuk menjadi dasar pengujian prinsip-prinsip antropologi, terutama yang
berkaitan dengan perubahan budaya dalam bentang waktu yang lama dan proses
adaptasi manusia di lingkungan tertentu. Nilai penting bagi ilmu sosial pada
dasarnya tidak berbeda dengan nilai penting antropologis, hanya saja model dan
pengujian-pengujiannya adalah untuk bidang ilmu sosial lainnya yang lebih
terfokus pada aspek interaksi manusia dengan manusia lainnya.
Nilai penting
metodologi-teoritis dapat didasarkan pada kemampuan sumberdaya arkeoogi dalam
menjawab masalah yang berkaitan dengan pengembangan metoda, teknik dan teori
dalam berbagai bidang ilmu. Nilai penting bagi bidang sejarah dapat diukur dari
kemampuan sumberdaya arkeologi untuk menjadi bukti yang berbobot dari kehidupan
masa prasejarah, sejarah, atau peristiwa tertentu yang bersejarah, termasuk
sejarah ilmu pengetahuan. Nilai penting dari segi etnik didasarkan pada
kemampuan sumberdaya arkeologi untuk memberikan pemahaman latar belakang
kehidupan sosial, keagamaan, mitologi dari suatu bangsa (komunitas) tertentu.
Nilai penting bagi
publik termasuk kegunaannya dalam pendidikan masyarakat tentang masa lampau dan
cara penelitiannya, memperkaya pengetahuan tentang keberadaan manusia sekarang,
untuk fasilitas rekreasi, dan kemampuannya menambah penghasilan bagi masyarakat
lewat kegiatan kepariwisataan (Scovill, 1977; Lipe, 1977). Yang dimaksud nilai
penting secara hukum adalah nilai penting sebagaimana yang disebut dalam
rumusan menurut perundang-undangan tertentu.
Sementara itu, nilai
penting dari segi pendanaan dikaitkan dengan pertimbangan apakah biaya yang
akan dicurahkan untuk menangani sumberdaya arkeologi itu sesuai dengan aspek
kemanfaatan dari sumberdaya tersebut. Namun, nilai penting dari segi pendanaan ini
seringkali menimbulkan masalah dan kontroversi, sehingga cenderung tidak diperhitungkan
(Schiffer dan Gumerman, 1977).
Ahli lain (a.l.
Yencken, 1981) menambahkan perlunya untuk memperhitungkan nilai penting dari
segi estetis dan juga kelangkaan atau keunikan sumberdaya (lihat Bowdler,
1977). Nilai penting secara estetis dipertimbangkan berdasarkan kandungan aspek-aspek
seni dari sumberdaya. Sementara itu, aspek kelangkaan atau keunikan dinilai
berdasar tingkat keterbatasan ketersediaan sumberdaya yang sejenis.
Pearson dan Sullivan (1995)
mencatat setidaknya ada 4 unsur utama sebagai acuan penentuan nilai penting,
yaitu nilai penting secara estetis, arsitektural, sejarah, ilmu pengetahuan,
dan sosial. Keempat unsur itu bersama-sama disebut sebagai nilai penting bagi
kebudayaan (cultural significance). Mengutip Burra Charter, kedua ahli ini menyatakan
nilai estetis berkaitan dengan aspek keinderaan (sensory), sehingga harus mempertimbangkan
keserasian hubungan antara bentuk, ukuran (scale), warna, tekstur, bahan, bau,
dan suara dengan lokasi dan pemanfaatannya. Apabila nilai estetis ini masuk dalam
konteks saujana (landscape) dapat pula dinilai kemampuannya untuk menyajikan pemandangan
yang mengesankan (scenic or visual quality), untuk membangkitkan
perasaan khusus bagi
masyarakat, untuk memberikan makna tertentu bagi masyarakat (keterikatan pada
tempat, misalnya), untuk menumbuhkan rasa keterikatan dengan tempat tersebut,
dan merupakan paduan serasi antara alam dan budaya manusia.
Nilai penting secara
arsitektural dapat ditentukan berdasarkan kemampuansumberdaya budaya untuk
mencerminkan keindahan seni rancang bangun yang khas, menunjukkan inovasi dalam
hal penggunaan bahan dan ketrampilan merancang, mewakili gaya rancang bangun
suatu masa tertentu, dan merupakan hasil penerapan teknologi dan materi baru
pada masa ketika dibangun. Nilai penting secara historis merujuk pada peran
sumberdaya budaya dalam suatu peristiwa sejarah yang cukup menentukan,
berkaitan dengan tokoh sejarah tertentu, atau berperan penting dalam tahapan
tertentu dalam perkembangan suatu bidang kajian.
Suatu sumberdaya budaya
dianggap mempunyai nilai penting bagi ilmu pengetahuan jika dianggap
menyediakan data atau informasi yang apabila diteliti lebih jauh akan
menghasilkan pengetahuan baru yang berarti atau dapat menjawab masalah penting
dalam bidang ilmu tertentu. Nilai penting ini akan sangat tergantung pada
kualitas, keterwakilan, dan keunikan atau kelangkaan sumberdaya yang ada. Nilai
penting secara sosial meliputi kemampuan sumberdaya budaya untuk menumbuhkan
perasaan rohaniah (a.l. spiritual, kebanggaan), kebangsaan, politis, dan
perasaan budaya lainnya bagi kelompok mayoritas maupun kelompok minoritas.
Perlu dicatat pula,
nilai-nilai penting tersebut sering saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Misalnya, nilai penting dari segi arsitektural dapat termasuk dalam nilai penting
secara estetis maupun sejarah. Yang dimaksud sejarah dalam konteks ini adalah perkembangan
arsitektur dari jaman ke jaman. Nilai estetis muncul ketika suatu karya arsitektural
dilihat sebagai karya seni bangun (Pearson dan Sullivan, 1995). Nilai penting
sumberdaya budaya juga mempunyai jenjang tertentu dalam kaitan dengan
kemanfaatannya bagi masyarakat. Biasanya, jenjang itu terdiri atas tiga tataran
yaitu pada tataran masyarakat lokal, nasional, regional, dan internasional.
Sumberdaya budaya dapat saja hanya bernilai penting bagi suatu kelompok
masyarakat yang tinggal di daerah setingkat desa, kabupaten, atau propinsi,
tetapi tidak dianggap cukup bernilai bagi masyarakat di luar kawasan itu. Dalam
hal ini, sumberdaya itu hanya dianggap bernilai lokal.
Ada pula sumberdaya
budaya yang kemanfaatannya memang diakui oleh seluruh masyarakat atau bangsa
(Indonesia), sehingga dapat dinilai berada pada tataran nasional. Jika
sumberdaya budaya itu diakui mempunyai nilai penting bagi masyarakat di
beberapa negara yang pernah mempunyai keterikatan budaya tertentu (misalnya
saja ASEAN, Uni Eropa, negara-negara OKI) maka sumberdaya itu bernilai penting
regional. Apabila seluruh dunia mengakui nilai penting sumberdaya budaya itu
(sebagaimana telah dicatat dalam World Heritage List) tentu dapat dikategorikan
mempunyai nilai penting secara internasional. Tingkat tataran kemanfaatannya
tentu saja akan ikut menentukan perlakuan dan upaya untuk pemugaran dan
pelestariannya.
Nilai Penting Kandungan
yang dinilai Ilmu pengetahuan potensi untuk diteliti lebih lanjut dalam
menjawab masalahmasalah dalam bidang keilmuan secara umum Substantif Informasi
untuk memaparkan dan menjelaskan peristiwa atau proses yang terjadi di masa
lampau. Antropologis Informasi untuk menjelaskan perubahan budaya dalam bentang
waktu yang lama dan proses adaptasi manusia terhadap lingkungan tertentu
Ilmu sosial Informasi
untuk menjelaskan tindakan manusia dan interaksi manusia dengan manusia lainnya
Arsitektural Informasi yang menunjukkan gaya seni bangun masa tertentu, diciptakan
oleh arsitek besar, mencerminkan inovasi dalam penggunaan bahan dan ketrampilan
merancang, dan merupakan hasil penerapan teknologi dan materi baru pada masa
ketika dibangun. Metodologis teoritis Informasi yang dapat menjawab masalah
yang berkaitan dengan pengembangan metoda, teknik dan teori dalam berbagai
bidang ilmu Sejarah Informasi tentang kehidupan masa prasejarah, sejarah
(termasuk sejarah ilmu pengetahuan), atau peristiwa tertentu yang bersejarah,
tahap perkembangan bidang tertentu. Etnik Informasi yang dapat memberikan
pemahaman latarbelakang
kehidupan sosial,
keagamaan, dan mitologi yang merupakan jati diri suatu bangsa tertentu. Publik
Informasi yang dapat dipakai untuk pendidikan masyarakat tentang masa lampau
dan cara penelitiannya, keberadaan manusia sekarang; potensi sebagai fasilitas
rekreasi; dan potensi untuk menambah penghasilan masyarakat lewat
kepariwisataan Estetis Kandungan unsur-unsur keindahan baik yang terkait dengan
seni rupa, seni hias, seni bangun, seni suara maupun bentuk-bentuk kesenian
lain, termasuk juga keserasian antara Kelangkaan Tingkat keterbatasan
ketersediaan sumberdaya arkeologi (atau budaya pada umumnya) yang serupa. Hukum
Nilai penting yang dirumuskan menurut perundang-undangan tertentu Pendanaan
Perbandingan antara kemanfaatan yang dapat diperoleh dengan beaya yang akan
dicurahkan untuk menangani sumberdaya arkeologi.
Diambil
dari Makalah Rapat Penyusunan Standardisasi Kriteria (Pembobotan) Bangunan Benda
Cagar Budaya di Rumah Joglo Rempoa, Ciputat, Jakarta, 26 – 28 Mei 2004 “PENETAPAN
NILAI PENTING DALAM PENGELOLAAN BENDA CAGAR BUDAYA” Daud Aris Tanudirjo Jurusan
Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Posting Komentar